BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ibadah
kurban dan akikah yaitu dua ibadah dalam islam yang terkait dengan
penyembelihan binatang. Kedua ibadaahini terkadang dikesankan sama,
padahal diantara keduanya terdapat banyak perbedaan, terutama tentang
ketentuan-ketentuan dasarnya. Beberapa dari
ketentuan kedua ibadah ini akan dijabarkan dalam pembahasan kurban dan akikah.
A. Rumusan
Masalah?
1.
Apa
pengertian kurban dan hukum kurban?
2.
Apa
pengertian akikah dan hukum akikah?
B. Tujuan
Penulisan
1.
Memahami
pengertian kurban dan hukum kurban.
2. Memahami pengertian akikah dan hukum akikah.
C.
Metode Penulisan
Metode
penulisan yang digunakan untuk menyusun makalah ini adalah metode kepustakaan
dan mengumpulkan bahan-bahan yang berhubungan dengan judul makalah yang akan
dibahas.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kurban
Kata
kurban berasal dari bahasa Arab yang berarti pendekatan diri atau
mendekatkan diri. Kata kurban telah dijadikan istilah dalam syariat Islam untuk
pengertian penyembelihan binatang ternak yang memenuhi syarat tertentu
dilaksanakan pada waktu tertentu, dengan niat ibadah guna mendekatkan diri
kepada Allah Swt.[1]
Syariat
kurban didasarkan atas perintah Allah Swt. Yang terjantum dalam Surah Al-Kausar
ayat 1-3.
!$¯RÎ)»oYøsÜôãr&trOöqs3ø9$#ÇÊÈÈe@|Ásùy7În/tÏ9öptùU$#urÇËÈcÎ)t¥ÏR$x©uqèdçtIö/F{$#ÇÌÈ
“Sungguh,
Kami telah memberiMu (Muhammad) nikmat yang banyak. Maka laksanakanlah salat
karena Tuhanmu, dan berkurbanlah (sebagai ibadah dan mendekatkan diri kepada
Allah). Sungguh, orang-orang yang membencimu dialah yang terputus (dari rahmat
Allah). (Q.S. al-Kausar[108]:1-3).
1.
Hukum Kurban
Bagi umat Islam, hukum kurban adalah
dunah muakad. Oleh karena itu, orang Islam yang telah mampu menyembelih kurban,
tetapi tidak mau melaksanakannya, ia tercela dalam pandangan Islam. Rasulullah
Saw bersabda:
Sesungguhnya
menyembelih kurban itu tidak wajib, tetapi sunah dari Rasulullah Saw. (HR.
At-Tirmizi: 1427).
Diwajibkan
kepadaku berkurban dan tidak wajib atas kamu. (HR.
Ad-Daruqutni).
2.
Beberapa Ketentuan Tentang Penyembelihan Hewan
Kurban
a.
Membaca Basmalah ketika menyembelih Hewan Kurban.
Firman Allah:
(#rßygô±uÏj9 yìÏÿ»oYtB öNßgs9 (#rãà2õtur zNó$# «!$# þÎû 5Q$r& BM»tBqè=÷è¨B 4n?tã $tB Nßgs%yu .`ÏiB ÏpyJÎgt/ ÉO»yè÷RF{$# ( (#qè=ä3sù $pk÷]ÏB (#qßJÏèôÛr&ur }§Í¬!$t6ø9$# uÉ)xÿø9$# ÇËÑÈ
“Supaya mereka
menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah
pada hari yang telah ditentukan atas rezeki yang Allah telah berikan kepada
mereka berupa binatang ternak. Maka makanlah sebahagian dari padanya dan
(sebahagian lagi) berikan lah untuk dimakan orang-orang yang sensara dan fakir.
(Q.S. al-Hajj:(22)28).
Berdasarkan ayat ini, para ulama sepakat
bahwa yang dijadikan hewan kurban adalah hewan yang termasuk Bahimah al- an’am,
yaitu: unta, sapi, kambing, dan domba.[2]
b.
Ciri atau sifat hewan Kurban
Hewan
yang dapat dijadikan hewan kurban, haruslah hewan yang mempunyai ciri atau
sifat sebagai mana di ungkapkan Rasulullah Saw. Berikut:
“Empat macam
hewan yang tidak boleh dijadikan hewan kurban, yaitu hewan yang buta, hewan yang
sakit, hewan yang pincang, dan hewan yang kurus kering dan tidak bersih.” (HR.
Tirmidzi).
c.
Jumlah Hewan yang Dikurbankan
Menyangkut
jumlah hewan yang dikurbankan, Nabi Saw.
Pernah berkorban dua ekor kambing yang bagus dan enak dipandang mata. Sebagaimana
hadis berikut:[3]
Dari Anas bin
Malik, ia berkata: “Rasulullah SAW berkurban dengan dua ekor domba putih dan
bertanduk. Beliau menyembelih sendiri kedua domba tersebut. Saat
menyembelihnya, beliau menyebut nama Allah dan bertakbir, juga meletakkan kaki
beliau diatas rusuk domba yang beliau sembelih “.(HR. Tirmidzi)
Disamping
hadis diatas, para ulama berpedoman kepada hadis berikut:
“Pada tahun
perjanjian Hudaibiyah, kami menyembelih kurban bersama Nabi Saw. Unta untuk
tujuh orang, dan sapi atau kerbau untuk tujuh orang pula. (HR. Muslim)
d.
Usia Hewan Yang Dikurbankan
Adapun
usia hewan kurban, para ulama berpegang kepada sabda Nabi Saw. Berikut:
Dari Jabir r.a.
Katanya Rasulullah Saw. Bersabda: “Janganlah kamu sembelih hewan kurban, melainkan
hewan yang telah Musinnah. Jika itu sulit kamu peroleh, sembelihlah hewan yang
berusia muda dari adh dh’an (domba).” (HR. Muslim[4])
Dari hadis ini dapat dipahamkan bahwa
“musinnah” adalah unta yang telah berusia lima tahun lebih, sapi atau kerbau yang
telah berusia dua tahun lebih, domba atau kambing yang telah berusia satu tahun
lebih.
e.
Waktu Bekurban
Menyangkut waktu berkurban, para ulama
berpegang kepada ayat berikut:
(#rßygô±uÏj9
yìÏÿ»oYtB
öNßgs9 (#rãà2õtur zNó$#
«!$# þÎû
5Q$r&
BM»tBqè=÷è¨B 4n?tã
$tB
Nßgs%yu
.`ÏiB
ÏpyJÎgt/
ÉO»yè÷RF{$#
(
(#qè=ä3sù
$pk÷]ÏB
(#qßJÏèôÛr&ur
}§Í¬!$t6ø9$# uÉ)xÿø9$# ÇËÑÈ
Supaya mereka
menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah
pada hari yang telah ditentukan atas rezeki yang Allah yang telah berikan
kepada mereka berupa binatang ternak. Maka, makanlah sebahagian daripadanya dan
(sebahagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara dan fakir.
(Q.S. al-Hajj:(22)28).
Maksud “ayyaman ma’lumat” dalam ayat ini
adalah hari Raya Idul Adha dan hari-hari Tasyriq, yaitu tanggal 11, 12, dan 13
Dzulhijjah.
Sedangkan menyangkut waktu penyembelihan
hewan kurban dimulai setelah melaksankan salat Id pada 10 Dzulhijjah, dan
sebelum matahari terbenam pada hari-hari Tasyriq. Sebagaimana Sabda Nabi Saw.
Berikut:
“Siapa yang
menyembelih (hewan kurban) sebelum salat Id, maka sesungguhnya ia menyembelih
untuk diri sendiri. Siapa yang menyembelih sesudah salat id dan dua Khutbah,
maka sesungguhnya sempurnalah ibadahnya dan iya telah mengikuti sunnah
kaum muslimin.” (Muttafaq’ alaih).
B.
Pengertian Akikah
Akikah
berarti bulu atau rambut anak yang baru lahir. Maksudnya, hewan yang disembelih
sehubungan dengan kelahiran seorang anak, sesuai dengan ketentuan syarak.[5]
Dalam
kaitannya dengan kelahiran sang bayi, Rasulullah Saw. Bersabda:
“Tiap-tiap anak
yang lahir tergadai dengan akikahnya, yang disembelih pada hari ketujuh (dari
kelahirannya), dan pada hari itu pula ia dicukur rambutnya dan diberi nama.” (HR.
Ashhab al-sunan).
Dalam ajaran Islam, terdapat ketentuan
bahwa selain akikah, mencukur rambut,
dan memberi nama pada sang bayi, juga mengazaninya ketika anak itu baru lahir.
Sebagaimana pertanyaan hadis berikut:
“Siapa yang
mempunyai anak yang baru dilahirkan, kemudian ia azan pada telinga kanannya dan
iqamah di telinga kirinya, niscaya anak itu selamat dari gangguan jin dan
penyakit.” (HR. Ibnu Sunni)
1.
Hukum Akikah
Akikah
menurut sebagian ulama hukumnya sunah bagi orang tua yang baru melahirkan
anaknya. Dalam sebuah hadis, disebutkan:
Dari Samurah r.a.
bahwasanya Rasulullah Saw. Bersabda: “tiap-tiap anak itu tergadai akikahnya
yang disembelih baginya pada hari ketujuh, dicukur rambutnya, dan diberi nama.”
(HR. At-Tirmizi)
Jenis dan syarat binatang yang sah untuk
akikah tidak berbeda dengan syarat sah binatang untuk kurban, yaitu binatang
untuk akikah apabila akikah itu berupa kambing atau domba, agak berbeda dengan
kurban yang cukup satu ekor. Dalam akikah, ditentukan untuk anak laki-laki
sebanyak dua ekor, sedangkan untuk anak perempuan satu ekor.
2. Beberapa Ketentuan Tentang Penyembelihan Hewan
Akikah.
a. Hewan Akikah
Kebanyakan ulama berpendapat bahwa hewan
yang dijadikan hewan kurban, yaitu: unta, sapi, kerbau, kambing, dan domba
dapat dijadikan hewan akikah. Namun menurut mazhab Maliki, hewan akikah
hanyalah kambing dan domba, dasar pendapatnya adalah hadist berikut:
“Nabi SAW telah
mengakikahi cucunya hasan dan husain, masing-masing satu ekor gibas.” (HR
Ashhab Al-sunan)
b. Jumlah Hewan Akikah
untuk Setiap Anak
Nabi
Saw bersabda:
Dari Ummu Kurz menggambarkan kepadanya: Sesungguhnya
ia bertanya kepada Rasulullah SAW tentang Aqiqah. Rasulullah SAW menjawab: “Untuk
anak laki-laki dua ekor kambing dan untuk anak perempuan satu ekor kambing dan
tidak mengapa apakah kambing jantan atau betina”.
(HR. Tirmidzi).[6]
Bedasar hadist ini, jumblah hewan
akikah untuk setiap anak adalah dua ekor
kambing yang sama besar untuk anak laki-laki, dan satu ekor untuk anak
perempuan.
c.
Waktu Penyembelihan Hewan Akikah
Sebagai mana telah dikutip dimuka,
Rasullah Saw, pernah bersabda:
“Tiap-tiap anak
yang lahir tergadai dengan akikahnya, yang disemembilah pada hari ketujuh [dari
kelahirannya], dan pada hari itu juga ia dicukur rambutnya dan diberi nama.”
(HR. Ashhab Al-Sunnan).
Menurut mayuris ulama, akikah itu hanya
berlaku bagi akak kecil. Namun, sebagaian ulama yang lain menyatakan bahwa
akikah boleh dilakukan setelah seseorang berusia dewasa, berdasarkan hadist
berikut:
“Anas r.a.
berkata bawasanya, Nabi Saw, melakukan akikah untuk dirinya setelah
pengangkatan beliau sebagai Nabi. [setelah berusia 40 tahun].” (Hr Abu Daud)
Berdasarkan kedua hadist tersebut dapat
diambil kesimpulan bahwa penyembelihan hewan akikah yang paling baik dilakukan
pada hari hari ketujuh dari kelahiran anak tersebut, sedangkan bagi yang belum
melakukannya, akikah dapat dapat dilakukan setalah usia dewasa.
Dalam pendapatnya itu, jika akikah
dilakukan bersamaan dengan Idul Adha. Maka penyembelihan hewan akikah itu dapat
diniatkan sekaligus untuk kurban. Pendapat ini dikemukakan Mazhab Hambali, yang
menganalogikan dengan mandi untuk shalat Id (Idul Fitri atau Adha) yang jatuh
pada hari jum’at, mandi untuk Shalat Jumat tidak dilakukan lagi karena sudah
dilakukan untuk Shalat Id.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari
penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum kurban dan akikah ini
sunah, tetapi sunah muakadah (sunah yang amat dianjurkan untuk dilaksanakan)
bagi orang-orang yang mampu. Ibadah kurban dan akikah ini selain besar pahalanya
di sisi Allah Swt. Juga sangat erat kaitannya dengan aspek kemanusiaan Khusus
untuk akikah hanya dianjurkan satu kali seumur hidup.
kurban
berarti menyembelih hewan pada hari raya idul Adha dan hari tasyrik, yaitu
tanggal 11,12 dan 13 Zulhijjah dengan maksud beribadah kepada Allah Swt. akikah
adalah menyembelih hewan sebagai rasa syukur kepada Allah atas kelahiran anak.
Penyembelihan hewan akikah ini disertai dengan pencukuran rambut anak dan
pemberian nama jika dilaksanakan sebelum diberikan nama.
B. Saran
Terimakasih
atas keritik dan saranya, karena dengan bersama-sama dalam mendiskusikan
makalah ini penulis dapat mengetahui kekurangan yang terdapat dalam makalah ini
aik dalam bahasa maupun bentuk tulisannya.
DAFTAR PUSTAKA
Hassan Saleh, Kajian Fiqh Nabawi & Fiqh Kontemporer, Jakarta: PT Rajagrafindo Persada. 2008.
Muhammad
Nashiruddin Al-Albani, Shahih Sunan Tirmidzi Seleksi Hadits Shahih dari
Kitab Sunan Tirmidzi. Jakarta: Pustaka Azzam, 2006.
Syekh Abd. Syukur
Rahimy, Terjemah Hadis “Shahih Muslim”, Jakarta:
PT Bumirestu. 1984.
T. Ibrahim, Penerapan
Fikih untuk Kelas IX Madrasah Tsanawiyah, Solo: PT Tiga Serangkai Pustaka
mandiri.2013.
[1]T. Ibrahim, Penerapan Fikih untuk Kelas IX Madrasah Tsanawiyah, Solo:
PT Tiga Serangkai Pustaka mandiri.2013.hlm. 7.
[2] Hassan Saleh, Kajian Fiqh Nabawi
& Fiqh Kontemporer, Jakarta:2008.hlm.255.
[3] Muhammad Nashiruddin Al-Albani, Shahih Sunan Tirmidzi Seleksi
Hadits Shahih dari Kitab Sunan Tirmidzi. Jakarta: Pustaka Azzam, 2006.hlm.
229.
[4]Syekh Abd. Syukur Rahimy, Terjemah Hadis “Shahih Muslim, Jakarta:
PT Bumirestu. 1984.hlm.75.
[5] Hassan Saleh, Kajian Fiqh Nabawi
& Fiqh Kontemporer, Jakarta:2008.hlm. 258.
[6]Muhammad Nashiruddin Al-Albani, Shahih Sunan Tirmidzi Seleksi Hadits
Shahih dari Kitab Sunan Tirmidzi. Jakarta: Pustaka Azzam, 2006.hlm.241.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar