Rabu, 14 Mei 2014

MAKALAH TELA'AH MATERI FIQH MA


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Bank, tabungan, asuransi dan riba merupakan hal yang tidak dapat kita pisahkan dalam kehidupan sehari-hari. Seperti halnya riba, tak jarang kita lihat orang yang berada disekitar kita sangat banyak yang mempraktik riba bahkan mungkin kita sendiri juga melakukannya. Hal seperti ini terjadi karena kurangnya pengetahuan tentang ilmu agama yang kita miliki.
Begitu juga dengan bank dan asuransi, dua hal ini sudah sangat lazim kita gunakan tapi kita tak pernah tahu bagaiman agama memandang hal ini, bagaimana hukumnya, apakah boleh di pergunakan atau tidak, dan hal lainnya.
Oleh karena itu untuk memahami lebih lanjut mengenai Bank, Tabungan, Asuransi dan Ribaakan kami paparkan dalam makalah kami ini.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa Pengertian Bank dan hukum Bank?
2.      Apa pengertian Tabungan dan asuransi?
3.      Apa pengertian Riba dan hukum riba?










BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Bank
            Bank adalah lembaga keuangan yang menyediakan jasa-jasa dalambidang keuangan.[1] Fungsi bank adalah menerima deposito, menerima tabungan, memberi pinjaman, menyetorkan uang dan menjual jasa-jasa  perbankan lainnya. Misalnya, jual beli kertas berharga, transaksi devisa, penukaran mata uang dan sebagainya. Karena fungsi bank yang demikian itu, maka bank tidak bisa dipisahkan begitu saja dari dunia usaha maupun perekonomian suatu negara.
1. Hukum Bank
            Dari hasil ijtihad para ulama hukum bank, terdapat perbedaan pendapat. Apabila kita simpulkan ada tiga macam status hukumnya, yaitu:[2]
a)      Haram, dengan alasan bank itu pasti menerapkan praktik bunga, sebab bank tidak dapat berkembang tanpa bunga, sementara ajaran islam melarang sistem bunga.
b)      Mubah, dengan alasan dalam suatu negara bank merupakan kebutuhan yang tidak dapat dielakan. Oleh karena itu, pelaksanaan bank hukumnya boleh atau mubah.
c)      Mutsyabiahat atau diragukan haram atau tidaknya, karena dari satu segi bank merupakan kebutuhan mendesak dalam kehidupan masyarakat maupun negara, sementara itu dari segi lain sangat sulit menghindarkan praktik bunga dari bank. Oleh karena itu, hukum bank belum jelas atau diragukan kebolehannya atau keharamannya. Disana ada kesamaan (mutasyabih) yaitu ada unsur kebolehan dan ada pula keharaman.




2. Fungsi Bank
            Diantara fungsi bank yaitu:
a)      Menjadi sentral peredaran uang dalam jumlah banyak yang diperlukan masyarakat dan negara.
b)      Tempat tukar-menukar mata uang dan pemindahan pembukuan.
c)      Untuk mengawasi peredaran uang, jumlah volumenya, serta mengendalikan inflasi.
d)     Menjadi tempat penyimpanan uang yang dianggap paling aman, baik bagi negara maupun masyarakat.
e)      Berfungsi sebagai pengiriman dan pembayaran bagi pedangang dalam jumlah besar.
3. Macam-macam Bank
            Apabila ditinjau dari segi penerapan sistem bunganya, bank dapat dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu:[3]
a)      Bank konvensional, yaitu bank-bank yang banyak kita jumpai sekarang yang menerapkan sistem bunga.
b)      Bank Islam (Syariah), yaitu bank yang dijalankan menurut aturan syariat islam, tidak menerapkan sistem bunga, tetapi dengan sistem perekonomian islam, seperti dengan sistem wadi’ah, mudarabah, musyarakah, dan sebagainya.
Apabila ditinjau dari segi operasionalnya ada beberapa jenis bank, seperti:
a)      Bank Sentral. Mutlak milik negara dan sebagai induk seluruh bank. Berwenang menentukan seluruh kebijakan perbankan, mengeluarkan uang dan menjaga kemantapan nilainya, serta memberi kredit kepada negara serta sebagai juru bayar pemerintah. Di Indonesia dinamakan Bank Indonesia (BI).
b)      Bank Umum, seperti Bank Bumi Daya, Bank Nasional Indonesia (BNI) 1946, Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Pemerintah Daerah (BPD), dan lain sebagainya.
c)      Bank Swasta Nasional, seperti Bank Umum Nasioanal.
d)     Bank Pembangunan, seperti BAPINDO.
e)      Bank Tabungan, seperti BTN.
f)       Bank Asing (milik luar negeri).

B. Pengertian Tabungan Syariah
            Tabungan Syariah terbagi menajdi dua macam, yaitu tabungan wadiah dan tabungan mudharabah.
1. Tabungan Wadiah
Tabungan wadiah merupakan tabungan yang dijalankan berdasarkan akad wadiah, yakni titipan murni yang harus dijaga dan dikembalikan setiap saat sesuai dengan kehendak pemiliknya.[4] Berkaitan dengan produk tabungan wadiah, Bank Syariah menggunakan akad wadiah yad adh-dhamanah. Dalam hal ini, nasabah bertindak sebagai penitip yang memberikan hak kepada Bank Syariah untuk menggunakan atau memanfaatkan dana atau barang tersebut. Sebagai konsekuensinya, bank bertanggung jawab terhadap keutuhan harta titipantersebut serta mengembalikannya kapan saja pemiliknya menghendaki. Disisi lain, bank juga berhak sepenuhnya membatasi atas keuntungan dari hasil penggunaan atau dana atau barang tersebut.
2. Tabungan Mudharabah
            Yang dimaksud dengan tabungan mudharabah adalah tabungan yang dijalankan berdasarkan akad mudharabah. Dalam hal ini, Bank Syariah bertindak sebagai mudharib (pengelola dana), sedangkan nasabah bertindak sebagai shahibul mal (pemilik dana).[5] Bank Syariah dalam kapasitasnya sebagai mudharib, mempunyai kuasa untuk melakukan berbagai macam usaha yang tidk bertentangan dengan prinsip syariah serta mengembangkannya, termasuk melakukan akad mudharabah dengan pihak lain. Namun, disisi lain, Bank Syariah juga memiliki sifat sebagai seorang wali amanah, yang berarti bank harus berhati-hati atau bijaksana serta beritikat baik dan bertanggung jawab atas segala sesuatu yang timbul akibat kesalahan atau kelalaiannya.
            Dari hasil pengelolaan dan mudharabah, Bank Syariah akan memebagi hasilkan kepada pemilik dana sesuai dengan nisbah yang telah disepakati dan dituangkan dalam akad pembukaan rekening. Dalam mengelola dana tersebut, bank tidak bertanggung jawab terhadap kerugian yang bukan disebabkan oleh kelalaiannya. Namun, apabila yang terjadi adalah kesalahan, bank bertanggung jawab penuh terhadap kerugian tersebut.
            Dalam mengelola harta mudharabah,bank menutup biaya operasional tabungan dengan menggunakan nisbah keutungan yang menjadi haknya. Disamping itu, bank tidak diperkenankan mengurngi nisbah keuntungan nasabah menabung tanpa persetujuan yang bersangkutan. Sesuai dengan ketentuan yang berlaku, bagi hasil tabungan mudharabah dibebankan langsung kerekening tabungan mudharabah pada saat perhitungan bagi hasil.
C. Pengertian Asuransi
            Kata asuransi berasal dari bahasa belanda Assurantie, yang dalam hukum belanda disebut Verzekering, yang artinya pertangguangan.[6] Menurut C. Arthur Wiliams Jr, asuransi adalah perlindungan terhadap risiko finansial oleh penanggung terhadap tertanggung.
Secara baku definisi asuransi di Indonesia telah ditetapkan dalam UU RI No.2 Tahun 1992 tentang usaha perasuransian. Asuransi atau pertangguangan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dimana pihak penganggung mengingatkan diri terhadap tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan, atau kehilangan peruntungan yang di harapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin di derita tertanggung yang tmbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti atau untuk memberikan satu pembayaran yang di dasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.
1. Jenis-jenis Asuransi
Pada bab III pasal 3 UU. NO.2 Tahun 1992 dijelasakan tentang jenis-jenis bidang usaha perasuaransian di Indonesia. Dalam pasal tersebut dijelaskan antaranya:
a.       Asuransi kerugian, yaitu perjanjian asuransi yang memberikan jasa dalam penganggualangan risiko atas kerugian, kehilangan, manfaat dan tanggung jawab hukum keada pihak ketiga yang timbul dari peristiwa yang tidak pasti.
b.      Asuransi jiwa, yaitu perjanjian asuransi yang memberikan jasa dalam pertanggungan yang di kaitkan dengan hidup atau meninggalnya seseorang yang dipertanggungkan.
c.       Re-asuransi, yaitu perjanjian asuransi yang memberikan jasa dan pertanggungan ulang terhadap risiko yang dihadapi oleh perusahaan asuransi kerugian diperusahaan asuransi jiwa.

2. Bentuk-Bentuk Asuransi
Bentuk-bentuk asuransi konvensional secara garis besar, dapat dibedakan sebagai berikut:
a.       Asuransi timbal balik (Assurance Mutualle).
Bentuk asuransi ini juga sering di sebut sebagai asuransi saling menjamin atau menanggung, yaitu suatu perjanjian perkumpulan di antara para peserta asuransi.
b.      Asuransi ganti kerugian (Schade Verzekering).
Maksud asuransi ini adalah suatu perjanjian yang mana si penganggung berjanji akan mengganti kerugian seseorang peserta.
c.       Asuransi sejumlah uang (Sommen- Verzikering).
Asuransi sejumlah uang adalah suatu perjanjian asuransi yang mana si penagnggung berjanji akan membayar seseorang yang menjadi tertanggung, dimana jumlahnya telah ditetapkan terlebih dahulu.
d.      Asuransi premi (premi- Verzekering).
Maksud dari asuransi ini adalah suatu perjanjian asuransi antara perusahaan asuransi disatu pihak sebagai penanggung dan peserta asuransi sebagai tertanggung dilain pihak.
e.       Asuransi saling menanggung (Onderlinge Verzekering).
Hal yang bisa di pahami dari asuransi saling menanggung adalah suatu persetujuan perkumpulan yang terdiri dari para pihak penanggung dan tertanggung selaku anggota.
f.       Asuransi wajib
Dikatakan wajib karena ada salah satu pihak yang mewajibkan kepada pihak lain dalam mengadakan perjanjian.[7]
3. Asuransi Dalam Sistem Islam
            dalam bahasa arab asuransi disebut Al-Ta’mim, penanggung disebut al-muammim, sedangkan tertanggung di sebut al-muamman lahu atau musta’min. Al-ta’min di ambil dari kata amana memiliki arti perlindungan, keamanan, dan bebas dari rasa takut.
            Menurut Husain Hamid Hisan, asuransi atau al-ta’mim adalah sikap ta-awun yang telah diatur dengan sistem yang sangat rapi antara sejumlah besar manusia, dalam mengantisipasi suatu peristiwa. Jika sebagian mereka mengalami peristiwa, maka semuanya saling menolong dalam menghadapi peristiwa tersebut dengan pemberian bantuan oleh masing-masing peserta. Dengan pemberian bantuan tersebut, maka dapat menutupi kerugian yang dialami oleh peserta yang tertimpa musibah. Dengan demikian, asuransi atau al-ta’mim adalah ta’awun yang terpuji yaitu saling tolong menolong dalam berbuat kebajikan dan takwa. Dengan al-ta’mim, mereka saling membantu antar sesama dan menghinlangkan rasa khawatir terhadap bahaya atau mala petaka yang merugikan mereka.
            Pendapat Musthafa Ahmad Zarqa yang dikutip oleh Husain Hamid Hisan mengatakan, bahwa asuransi yang dipahami oleh ulama fiqih adalah sebuah sistem ta’awun dan Tadhammun yang bertujuan untuk menghilangkan kerugian-kerugian peserta dari peristiwa-peristiwa atau musibah.[8]
            Pengertian asuransi syari’ah seperti diatas, makin terasa nilainya jika memperhatikan firman Allah al-Maidah ayat 2:
(#qçRur$yès?urn?tãÎhŽÉ9ø9$#3uqø)­G9$#ur(Ÿwur(#qçRur$yès?n?tãÉOøOM}$#Èbºurôãèø9$#ur.
Artinya : Tolong menolong lah kamu dalam kebaikan dan taqwa dan janganlah kamu tolong menolong dalam dosa dan permusuhan.
4. Pengertian Riba
            Riba dari segi bahasa berarti Ziyadah (kelebihan) atau tambahan. Sedangkan menurut istilah syara’, berarti tambahnya harta (dalam pelunasan hutang) tanpa imbalan jasa apapun.[9] Dalam al-Qur’an pengertian riba dipakai untuk istilah bunga. Tetapi dari segi ekonomi riba berarti surplus pendapatan yang diterima dari debitur sebagai imbalan karena menangguhkan untuk waktu atau periode tertentu.
Banyak masyarakat berargument bahwa riba yang telah diharamkan oleh islam di dalam al-Qur’an dan hadist, tidaklah identik dengan bunga bank. Dalam arti, bunga bank bukanlah bagian dari riba yang telah diharamkan oleh islam. Tidak diragukan lagi, al-Qur’an telah mengharamkan riba dalam 4 ayat yang berbeda, ayat yang pertama turun di mekkah (30:39) dan 3 ayat yang lainnya diturunkan di madinah (4:161, 3:130-2, dan 2:275-81). Pada tahap pertama, al-Qur’an menolak anggapan bahwa riba yang pada zhahirnya seolah-olah menolong mereka yang memerlukan, sebagai suatu perbuatan untuk mendekatkan diri atau bertaqarrub kepada Allah. Allah Swt berfirman dalam surat ar-Rum  ayat 39:
!$tBurOçF÷s?#uä`ÏiB$\/Íh(#uqç/÷ŽzÏj9þÎûÉAºuqøBr&Ĩ$¨Z9$#Ÿxsù(#qç/ötƒyYÏã«!$#(!$tBurOçF÷s?#uä`ÏiB;o4qx.yšcr߃̍è?tmô_ur«!$#y7Í´¯»s9'ré'sùãNèdtbqàÿÏèôÒßJø9$#ÇÌÒÈ
Artinya: Dan, sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia menambah harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan, apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya).
Riba terbagi  menjadi dua macam:
a.      Riba al-Nasiah
kata Nasiah berasal dari kata dasar (fi’il Madli) Nasa’a yang bermakna menunda, menangguhkan, menunggu, atau merujuk pada tambahan waktu yang diberikan kepada peminjam untuk membayar kembali pinjamannya dengan memberikan tambahan atau nilai lebih. Dengan demikian, bisa dikatakan bahwa Riba An-nasiah itu sama atau identik dengan bunga atas pinjaman. Kata riba dengan makna ini digunakan dalam al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 275. Allah berfirman:
šúïÏ%©!$#tbqè=à2ù'tƒ(#4qt/Ìh9$#ŸwtbqãBqà)tƒžwÎ)$yJx.ãPqà)tƒÏ%©!$#çmäܬ6ytFtƒß`»sÜø¤±9$#z`ÏBÄb§yJø9$#4y7Ï9ºsŒöNßg¯Rr'Î/(#þqä9$s%$yJ¯RÎ)ßìøt7ø9$#ã@÷WÏB(#4qt/Ìh9$#3¨@ymr&urª!$#yìøt7ø9$#tP§ymur(#4qt/Ìh9$#4`yJsù¼çnuä!%y`×psàÏãöqtB`ÏiB¾ÏmÎn/§4ygtFR$$sù¼ã&s#sù$tBy#n=yÿ¼çnãøBr&urn<Î)«!$#(ïÆtBuryŠ$tãy7Í´¯»s9'ré'sùÜ=»ysô¹r&Í$¨Z9$#(öNèd$pkŽÏùšcrà$Î#»yzÇËÐÎÈ
Artinya: “Orang-orang yang Makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), Maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.
Riba jenis ini juga disebut dengan riba al-Qur’an (riba yang disebut secara spesifik dalam al-Qur’an) atau riba ad-Duyun (riba atas pinjaman).[10]
Kemudian dari segi hutang piutang dari jual beli, Rasululllah Saw. Bersabda:
عن اسامة بن زيد ان النبي ص م قال : انما الربا في النسيئة.
            Artinya: Dari Usman bin Zaid, katanya Rasulullah saw bersabda: Sesungguhnya Riba itu bisa terjadi pada jual beli secara hutang (kredit).” (HR. Muslim)[11]
b.      Riba Fadhal.
Menurut Ibnu Qayyum, riba Fadhal adalah riba yang kedudukannya sebagai penunjang diharamkannya riba nasiah. Dengan kata lain bahwa riba fadhal diharamkan supaya seseorang tidak melakukan riba nasiah yang sudah jelas keharamannya. Maka Rasul melarang menjual emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, kurma dengan kurma, kecuali dengan sama banyak secara tunai. Barang siapa yang menambah atau minta tambah, masuklah ia kepada riba. Yang mengambil dan yang memberi sama hukumnya (HR. Bukhari).





BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bank-bank konvensional masih mempraktikkan riba di dalamnya, misalnya masih ada sistem bunga. Sedangkan bank syariah tidak ada praktik riba.
Menabung sangat dianjurkan dalam agama Islam asalkan saja jauh dari prakik perbungaan.
Ada empat kelompok ulama yang menanggapi hukum asuransi. Di antaranya : kelompok yang mengharamkan, kelompok yang memperbolehkan, kelompok yang memperbolehkan asuransi tetapi  dalam hal sosial saja, kelompok yang mengatakan asuransi itu syubhat.
Riba adalah bentuk tambahan pembayaran tanpa adanya ganti/ imbalan karena adanya transaksi utang –piutang dan pinjam-meminjam.
Hukum riba secara mutlak adalah haram.
B. Saran
Mengingat begitu besar kekejian yang dilakukan akibat riba, maka hendaknya jauhilah riba, karena riba itu juga merupakan perbuatan zalim.
Untuk menghindari adanya praktik riba, tabung lah uang di bank syariah, karena bank syariah merupakan bank yang menjalankan operasinya sesuai dengan syariat islam.
Berprilaku hemat lah karena hemat adalah anjuran agama. Salah satu cara berhemat adalah dengan menabung uang.











DAFTAR PUSTAKA

Abdul Syukur Rahimy. Terjemah Hadis Sahih Muslim. Jakarta: PA. Wijaya. 1986.
Adiwarman A. Karim, Bank Islam Analisis Fiqih Dan Keuangan, Jakarta: PT Rajagrafindo Persada. 2004.
Dimyauddin Djuwaini, Pengantar Fiqh Muamalah, Yogyakarta: Pustaka Belajar. 2010.
Ghufron Ihsan, Fiqih Muamalat. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. 2010.
Hassan Saleh, Kajian Fiqh Nabawi dan Fiqh Kontemporer, Jakarta: PT Rajagrafindo Persada. 2008.
Kuat Ismanto, Asuransi Syari’ah, Yogyakarta: Pustaka Belajar. 2009.
Musthofa Hadna, Ayo Mengkaji Fiqih untuk Madrasah Aliyah Kelas X, Jakarta: Penerbit Erlangga. 2011.
Sapiudin Shidiq, Fiqih Muamalat, Jakarta: Prenada Media Group. 2010.


[1]Hassan Saleh, Kajian Fiqh Nabawi dan Fiqh Kontemporer, Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.2008.hlm.399.
[2]Musthofa Hadna, Ayo Mengkaji Fiqih untuk Madrasah Aliyah Kelas X, Jakarta: PT Gelora Aksara Pratama. 2011.hlm.145.
[3]Ibid.hlm. 146.
[4]Adiwarman A. Karim, Bank Islam Analisis Fiqih Dan Keuangan, Jakarta: PT Rajagrafindo Persada. 2004.hlm. 345.
[5]Ibid,hlm.347.
[6] Sapiudin Shidiq, Fiqih Muamalat, Jakarta: Prenada Media Group. 2010. Hlm. 235.
[7] Kuat Ismanto, Asuransi Syar’iah,Yogyakarta: Pustaka Belajar. 2009. Hlm. 40.
[8] Ghufron Ihsan, Fiqih Muamalat. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. 2010. Hlm. 241.
[9] Kuat Ismanto, Asuransi Syari’ah, Yogyakarta: Pustaka Belajar. 2009. Hlm. 176.
[10]Dimyauddin Djuwaini, Pengantar Fiqh Muamalah, Yogyakarta: Pustaka Belajar.2010.hlm. 195.
[11] Abdul Syukur Rahimy. Terjemah Hadis Sahih Muslim. Jakarta: PA. Wijaya. 1986. Hlm. 183.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar